KATA PENGANTAR
Puji syukur kami psnjatkan pada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmad dan karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya makalah yang berjudul “ Asuhan Perintal dan Neonatus pada kelainan Atresia Ani/Rekti”. Makalah ini terselesaikan atas bantuan beberapa pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bpk. Prof. Dr. Ir. Wani Hadi Utomo, MSc, selaku pemilik yayasan universitas Tribuana Tunggadewi Malang
2. Ibu dr. Yusnita Juniati selaku direktur Tribuana Tunggadewi Malang
3. Ibu Rokhamah, SST, selaku dosen Asuhan Perinatal dan Neonatus Tribuana Tunggadewi Malang
4. Orang tua dan teman-teman yang terkait dalam penyusunan makalah ini
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan diwaktu yang akan datang.
Malang, Desember 2012
Penulis
DARTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………..… i
DAFTAR ISI……………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………… 1
B. Tujuan …………………………………………………….. 1
BAB II TINJAUAN TEORI.
1.1 Definisi……………………………………………………... 2
1.2 Etiologi…………………………………………………….. 3
1.3 Patofisiologi ………………………………………………. 4
1.4 Gambaran Kliik…………………………………………... 4
1.5 Klasifikasi…………………………………………………. 5
1.6 Pemeriksaan Penunjang…………………………………. 6
1.7 Komplikasi………………………………………………... 7
1.8 Penanganan dan Pegobatan……………………………... 8
1.9 Health Education…………………………………………. 9
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN…………………………………………… 10
B. SARAN……………………………………………………. 10
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………... 11
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Atresia anal adalah tidak komplit perkembangan embrionik pada distal usus ( anus ) atau tertutupnya anus secara abnormal Anus dan rectum berkembang dari bagian dorsal hindgut atau ruang kloaka sewaktu mesenkim tubuh ke lateral membentuk septum urorektal pada garis tengah. Peristiwa tersebut memisahkan rectum dan saluran anus di sebelah dorsal kandung kemih dan uretra di sebelah ventral. Terdapat hubungan kecil berupa duktus kloaka diantara 2 sistem tersebut yang akan tertutup pada minggu ke 7 kehamilan oleh pertumbuhan ke bawah septum urorektal. Selama minggu ke 7 bagian urogenital kloaka mengalami pembukaan eksternal sedangkan membran anus akan membuka kemudian. Membran ini akan robek pada minggu ke 8 kehamilan Gangguan perkembangan struktur anorektal pada tingkat yang berbeda menyebabkan bermacam- macam kelainan. Stenosis anus , robeknya membran anus yang tidak sempurna atau agenesis anus ( tipe rendah ).
Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetik, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani.
B. TUJUAN
Tujuan dari pembahasan kelainan bawaan dari Atresia billiaris yaitu
Ø Untuk mengetahui definisi Atresia Ani/Rekti
Ø Untuk mengetahui gambaran klinik dari Atresia Ani/Rekti
Ø Untuk mengetahui klasifikasinya
Ø Untuk mengetahui etiologinya
Ø Untuk mengetahui pencegahannya
Ø Untuk mengetahui penanganannya
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.1 Definisi
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal. Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,1996).
Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001). Atresia anal adalah tidak komplit perkembangan embrionik pada distal usus ( anus ) atau tertutupnya anus secara abnormal. Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.
Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
1.2 Etiologi
Secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. 1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu ke empat sampai keenam usia kehamilan.
Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani.
Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya. Faktor predisposisi Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti : Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
1.3 Patofisiologi
Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :
1. 1. Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik
2. 2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi ahir tanpa lubang dubur
3. 3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan
4. 4. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
Terdapat tiga macam letak atresia ani yaitu:
aTinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. letak supralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital
Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya
Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum. Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius.
1.4 Gambaran Klinik
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir
Ø tidak ada atau stenosis kanal rectal
Ø adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum
Ø Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir
Ø pembesaran abdomen
Ø pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol Mekonium tidak keluar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir
Ø Tinja keluar dari vagina atau uretra
Ø Pada atresia ani letak rendah mengakibatkan distensi perut, muntah, gangguan cairan elektrolit dan asam basa.
1.5 Klasifikasi
2. Atresia Ani dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe:
3. 1. Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam berbagai derajat
4. 2. Terdapatnya suatu membran tipis yang menutupi anus karena menetapnya membran anus.
5. 3. Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu suatu kantung yang buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus yang seharusnya terbentuk lekukan anus)
6. 4. Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu kantung buntu yang terpisah,pada jarak tertentu dari ujung rektum yang berakhir sebagai kantung buntu.
7. 5. Kelainan yang berdasarkan hubungan antara bagian terbawah rektum yang normal dengan otot puborektalis yangmemiliki fungsi sangat penting dalam proses defekasi,dikenal sebagaiklasifikasi melboume.
8. 6. Kelainan letak rendah Rektum telah menembus "lebator sling" sehingga sfingter ani internal dalam keadaan utuh dan dapat berfungsi normal contohnya berupa stenosis anus (tertutupnya anus oleh suatu membran tipis yang seringkali disertai fistula anokutaneus dan anus ektopikyang selalu terletak dianterior lokasi anus yang normal).
9. 7. Rektum berupa kelainan letak tengah Di daerah anus seharusnya terbentuk secara lazim terdapat lekukan anus (anal dimple) yang cukup dalam. Namun,pada kelainan yang jarang ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra yang menghubungkan rektum yang buntu dengan uretra pars bulbaris.
10. 8. Kelainan letak tinggi. Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki- laki, sebaliknya kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi perempuan. Pada perempuan dapat ditemukan fistula -and kutaneus, fistula rektoperinium dan fistula rektovagina. Sedangkan pada laki-laki dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula rektoperineum. Fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih pada daerah trigonum vesika. Fistula tidak dapat dilalui jika mekonoium jika brukuran sangat kecil, sedangkan fistula dapat mengeluarkan mekonium dalam rektum yang buntu jika berukuran cukup besar. Oleh karena itu, dapat terjadi kelainan bentuk anorektum disertai fistula
11. 9. Kelainan bawaan anus juga dapat disebabkan gangguan pertumbuhan dan fusi
12. 10. Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital
13.
1.6 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
14. Anamnesis perjalanan penyakit yang khas dan gambaran klinis perut membuncit seluruhnya merupakan kunci diagnosis pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosis ialah pemeriksaan radiologik dengan enema barium. disini akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen sempit kedaerah yang melebar. pada foto 24 jam kemudian terlihat retensi barium dan gambaran makrokolon pada hirschsprung segmen panjang.
15. Pemeriksaan biopsi hisap rektum dapat digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas yaitu tidak adanya sel ganglion parasimpatik dilapisan muskularis mukosa dan adanya serabut syaraf yang menebal pada pemeriksaan histokimia, aktifitas kolinaterase meningkat.Atresia ani biasanya jelas sehingga diagnosis sering dapat ditegakkan segera setelah bayi lahir dengan melakukan inspeksi secara tepat dan cermat pada daerah perineum. Diagnosis kelainan anurektum tipe pertama dan keempat dapat terlewatkan sampai diketahui bayi mengalami distensi perut dan tidak mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium.
16. Pada bayi dengan kelainan tipe satu/kelainan letak rendah baik berupa stenosis atau anus ektopik sering mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium. Pada stenosis yang ringan, bayi sering tidak menunjukkan keluhan apapun selama beberapa bulan setelah lahir. Megakolon sekunder dapat terbentuk akibat adanya obstruksi kronik saluran cerna bagian bawah daerah stenosis yang sering bertambah berat akibat mengerasnya tinja. Bayi dengan kelainan tipe kedua yang tidak disertai fistula/fistula terlalu kecil untuk dilalui mekonium sering akan mengalami obstruksi usus dalam 48 jam stelah lahir. Didaerah anus seharusnya terentukpenonjolan membran tipis yang tampak lebih gelap dari kulit disekitarnya, karena mekonium terletak dibalik membran tersebut. Kelainan letak tinggi atau agenesis rectum seharusnya terdapat suatu l ekukan yang berbatas tegas dan memiliki pigmen yang lebih banyak daripada kulit disekitarnya sehingga pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan lubang fistulla pada dinding posterior vagina/perinium, atau tanda-tanda adanya fistula rektourinaria.
17. Fistula rektourinaria biasanya ditandaioleh keluarnya mekonium serta keluarnya udara dari uretra. Diagnosis keempat dapat terlewatkan sampai beberpa hari karena bayi tampak memiliki anus yang normal namun salurran anus pendek dan berakhir buntu. Manifestasi obstruksi usus terjadi segera setelah bayi lahir karena bayi tidak dapat mengeluarkan mekonium. Diagnosis biasanya dapat dibuat dengan pemeriksaan colok dubur.
1.7 Komplikasi
Semua pasien yang mempunyai anorektal dengan kortmobiditas yang tidak jelas mengancam hidup akan bertahan. Pada lesi letak tinggi, banyak anak mempunyai masalah pengontrolan fungsi usus dan juga paling banyak menjadi konstipasi. Pada lesi letak rendah anak pada umumnya mempunyai control usus yang baik, tetpai masih dapat menjadi konstipari. Komplikasi operasi yang buruk berkesempatan menjadi kontinensia primer, walaupun akibat ini sulut diukur. Reoperasi penting untuk mengurangi terjadionya kontinensia.
1.8 Penatalaksanaan dan Pengobatan
Penanganan secara preventif antara lain:
1. 1. Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati hati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani.
2. 2. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya.
3. 3. Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi.
4. Rehabilitasi dan Pengobatan : :
· melakukan pemeriksaan colok dubur
· melakukan pemeriksaan radiologik pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam usaha menentukan letak ujung rectum yang buntu setelah berumur 24 jam, bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi terbalik sellama tiga menit, sendi panggul dalam keadaan sedikit ekstensi lalu dibuat foto pandangan&nbrp;anteroposterior dan lateral setelah petanda diletakkan pada daerah lakukan anus.
· melakukan tindakan kolostomi neonatus tindakan ini harus segera diambil jika tidak ada evakuasi mekonium.
· pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau speculum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan yang
dilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal.
dilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal.
· melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.
· pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada masa neonatus
· melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain: operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun) operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-12 bulan) pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)
· penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan operasi "abdominal pull-through" manfaat kolostomi adalah antara lain:
a. mengatasi obstruksi usus
b. memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih
c. memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain.
Pada kasus atresia ani atau anus imperforata ini pengobatannya dilakukan dengan jalan operasi. Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding perut.
1.9 Health Education
Dalam masalah kelainan bawaan kita harus memberikan health education kepada keluarga yaitu:
v Beritahu ibu untuk memberikan perawatan layaknya bayi normal lainya,seperti pemberian nutrisi yang adekuat, pencegahan hipotermi, pencegahan infeksi, dan lain-lain.
v Lakukan konseling pada orang tua bayinya sering mutah dan tidak bisa BAB selama karena tidak mempunya lubang anus dikarenakan adaya kelainan bawaan sehingga dibutuhkan penanganan.
v Berikan informed consent dan infrormed choice untuk dilakukan rujukan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Dengan tanda dan gejala tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum, bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulit abdomen akan terlihat menonjol, tinja keluar dari vagina atau uretra. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
B. SARAN
5. 1. Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati hati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani.
6. 2. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya.
.
DAFTAR PUSTAKA
Chapman, Vicky. 2003. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Coad, Jane dan Melvyn Dunstall. 2007. Anatomi dan fisiologi untuk Bidan. Jakarta: EGC.
Jones. 2002. Obstetrik dan ginekologi. Jakarta: Hipokrates.
Sudarti, dkk. 2010. Asuhan kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Balita.Yogyakarta: Nuha Medika.
Pusdiknakes-WHO-JHPIEGO. 2003. Bayi Baru Lahi. Jakarta: Pusdiknakes-WHO-JHPIEGO.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar